Cek Data & Fakta Bersama ISSED: Rohingya di Aceh
Berikut fakta tentang Rohingya dari laman resmi UNHCR, dilengkapi informasi dari berbagai media lainnya.
LIPUTAN
12/29/20234 min read


Image: ANTARA/ Ampelsa
1.684 orang mendarat di Aceh selama 2023. 700 diantaranya mendarat di bulan November-Desember 2023” ungkap Ann Maymann, perwakilan UNHCR di Indonesia (dikutip dari ANTARA, 10 Desember 2023).
Selama beberapa dekade, Rohingya mengalami penderitaan ekstrem di Myanmar. Mereka telah ditolak aksesnya terhadap kewarganegaraan dan dokumentasi; dicegah untuk mengakses layanan kesehatan, pendidikan, dan kesempatan kerja; dikurung di kamp-kamp dan desa-desa; serta mengalami kekerasan yang ekstrem.
Dilansir dari laman Wikipedia, Rohingya (/roʊˈhɪndʒə, -ɪŋjə/) adalah sebuah kelompok etnis Indo-Arya dari Rakhine (juga dikenal sebagai Arakan, atau Rohang dalam bahasa Rohingya) di Myanmar. Rohingya adalah kelompok etnis minoritas Muslim yang telah tinggal selama berabad-abad di Myanmar - negara yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Orang Rohingya berkomunikasi menggunakan Bahasa Rohingya atau Ruaingga. Dialek yang digunakan berbeda dengan bahasa Myanmar pada umumnya. Selain masalah etnisitas, bahasa, dan agama, bangsa Rohingya juga memiliki ciri fisik yang berbeda. Perbedaan inilah yang memicu penduduk Myanmar dan melakukan diskriminasi terhadap Rohingya.
Pemerintah Myanmar tidak pernah mengakui warga Rohingya seperti etnis di negaranya. Disebut sebagai Muslim Arakan, Muslim Burma, atau Bengal dari Burma, berbagai nama disematkan kepada Rohingya sebagai bahan ejekan. Konflik yang terjadi di Myanmar, selain karena junta militer yang mayoritas beretnis Burma, juga melibatkan etnis Rakhine sebagai mayoritas di negara bagian Arakan. Konflik ini bisa dibilang tak bisa dipisahkan dari faktor sejarah. Kata Rohingya sendiri berasal dari Rohang, yang merupakan nama lama dari negara bagian Arakan. Sejumlah negara di Eropa, Afrika, Asia, dan Amerika mengakui telah terjadi pembasmian etnis atau genosida terhadap etnis Rohingya di Myanmar sejak 1970-an. Puncaknya terjadi pada 2017, setelah tentara pembebasan Rohingya Arakan bentrok dengan tentara pemerintah Myanmar. Ratusan desa dihancurkan dan 700 ribu orang kabur menyelamatkan diri ke berbagai negara, termasuk ke Indonesia.
Rohingya tidak ingin meninggalkan Myanmar. Mereka terpaksa melarikan diri. Sebagian besar orang Rohingya mengatakan kepada UNHCR bahwa mereka berharap dapat kembali pulang ke Myanmar jika kondisinya memungkinkan. Sebagian besar pengungsi Rohingya - sekitar 1.000.000 orang - melarikan diri ke kamp-kamp di negara tetangga Bangladesh sejak tiga dekade yang lalu dan sebagian besar pada tahun 2017 setelah serangkaian kekerasan berskala besar dan pelanggaran hak asasi manusia. Kondisi keamanan di kamp-kamp Bangladesh yang sempit telah memburuk secara signifikan selama setahun terakhir, mendorong beberapa keluarga Rohingya untuk melakukan perjalanan yang sangat berbahaya untuk mencari keamanan dan stabilitas. Rohingya tidak hanya mencari tempat yang aman di Indonesia. Mayoritas Rohingya telah mendapatkan status pengungsi di Bangladesh (>960.000), Malaysia (>107.000), dan India (>22.000).
Apa itu pengungsi? Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, mendefinisikan pengungsi sebagai “orang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan dalam kelompok sosial dan partai politik tertentu, berada diluar Negara kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara tersebut.”
Dalam bahasa Inggris dikenal refugee yaitu "pengungsi lintas negara" yang telah melewati batas negara dan internally displaced person (IDP) yaitu "pengungsi lokal". Dalam Bahasa Indonesia makna yang beragam itu direduksi menjadi hanya satu kata yaitu "pengungsi". Karena itu kadang kata pengungsi bercampur aduk juga dengan kata imigran.
Apa itu imigran? Imigran adalah orang asing atau orang yang bukan warga negara Indonesia (WNI) atau warga negara asing (WNA) yang datang ke negara lain atau sebaliknya untuk menetap secara permanen dengan tujuan tertentu, berdasarkan proses perizinan dan dokumen kepindahan. Imigran terdiri atas imigran legal dan imigran ilegal atau imigran gelap.
Pengungsi Rohingya tidak datang ke Indonesia untuk mengeksploitasi Indonesia atau keramahan masyarakatnya. Mereka datang karena putus asa akibat meningkatnya pembunuhan, penculikan, dan ketidakamanan di tempat tinggal mereka sebelumnya. Para pengungsi Rohingya tahu - dan diingatkan oleh UNHCR - bahwa mereka adalah tamu di Indonesia dan berkewajiban untuk mengikuti hukum dan adat istiadat di negara ini. Para pengungsi Rohingya telah membuktikan bahwa mereka tangguh dan memiliki banyak sumber daya, dan jika diberi kesempatan, mereka bersedia untuk memberi kembali dan berkontribusi kepada komunitas tempat mereka ditampung.
Karena tidak memiliki kewarganegaraan, tidak ada jalur hukum yang memungkinkan pengungsi Rohingya untuk berpindah-pindah di wilayah tersebut. Akibatnya, mereka sering melakukan perjalanan berbahaya dengan perahu yang ditawarkan oleh para penyelundup. Perjalanan dengan kapal bisa memakan waktu berminggu-minggu, seringkali dengan kapal yang tidak layak dan tanpa makanan, air bersih, atau sanitasi yang memadai. UNHCR juga mendapatkan laporan adanya pelecehan fisik dan seksual di atas kapal.
Para pengungsi Rohingya terus mencari keselamatan melalui perjalanan berbahaya di laut karena putus asa, terlepas dari risikonya. Tahun lalu, 2022, merupakan salah satu tahun paling mematikan dalam catatan pergerakan maritim pengungsi Rohingya di Asia Tenggara, dengan 348 orang secara tragis dinyatakan tewas atau hilang, termasuk anak-anak. Lebih dari 70% Rohingya yang telah mendarat di Indonesia dalam satu bulan terakhir adalah perempuan dan anak-anak.
Semua negara, termasuk Indonesia, mengakui bahwa mencari suaka adalah hak asasi manusia. Negara manapun berkewajiban untuk memberikan perlindungan kepada para pengungsi, termasuk pengungsi Rohingya. Di Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 dan Peraturan Presiden No. 125 tahun 2016 juga mengatur tentang penerimaan dan penanganan pengungsi di Indonesia.
Rohingya diterima di Indonesia karena adanya Perpres 125/2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri dengan memperhatikan ketentuan internasional. Akan tetapi Indonesia belum meratifikasi Konvensi Pengungsi 1951 dan Protokol 1967. Karena itu Indonesia bukan negara yang menerima pengungsi. Namun demikian, Indonesia sering dijadikan tempat transit pengungsi dari berbagai negara seperti Myanmar, Bangladesh, Afghanistan, Iran, Iraq, dll untuk menuju negara yang telah meratifikasi seperti Australia.
UNHCR berada di Indonesia untuk membantu pemerintah dalam menangani masalah pengungsi dan membantu mencari solusi bagi para pengungsi. Selama para pengungsi tinggal di Indonesia untuk sementara waktu hingga solusi jangka panjang dapat diidentifikasi untuk mereka, UNHCR bekerja sama dengan pihak berwenang dan bekerja sama dengan para mitra, donor, dan pemangku kepentingan lainnya untuk memastikan kebutuhan para pengungsi terpenuhi dan mereka dapat hidup secara bermartabat. UNHCR dan para mitranya berupaya untuk mendukung komunitas lokal yang menampung Rohingya melalui proyek-proyek peningkatan masyarakat dan melibatkan anggota masyarakat dalam upaya penanganan.
Semua kebutuhan minimal pengungsi di Indonesia disediakan oleh UNHCR dan IOM. Sejumlah LSM/ lembaga kemanusiaan lokal dan nasional ikut membantu. Tidak ada dana APBN, APBA, atau APBK yang dipakai khusus untuk pengungsi karena tidak ada dasar hukumnya. Jika pun ada, hanya dana bantuan sosial darurat kemanusiaan yang tergantung ruang fiskal masing-masing daerah.Penyediaan fasilitas darurat oleh lembaga nasional dan internasional untuk para pengungsi sering menimbulkan gesekan sosial di lokasi dan sekitar lokasi penampungan pengungsi. Dampak lebih buruk dan berkepanjangan bisa dialami pengungsi dan masyarakat di sekitarnya ketika para pengungsi itu tertahan lama di "negara transit" seperti Indonesia (Troubled Transit, Missbach, 2015). Dalam situasi seperti ini dapat terjadi "penyelundupan" pengungsi ke negara ketiga karena belum berhasilnya penempatan resmi oleh UNHCR . Tetapi "penyelundupan" manusia ke suatu wilayah belum tentu sama dengan "perdagangan" manusia seperti yang sering dicampuradukkan penggunaannya.
Sumber: BBC, CNN Indonesia, UNHCR, Hukum Online, Liputan6, AcehNews.com, CFR, detik.com, dan Wikipedia