Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

INFOGRAFIK

4/21/20242 min read

Sepanjang hidupnya, RA Kartini memperjuangkan kesetaraan gender, pendidikan untuk perempuan, dan kemandirian ekonomi. Setelah lebih dari satu abad sejak kepergiannya, bagaimana kondisi perempuan Indonesia hari ini? Saat ini, kita melihat semakin banyak perempuan yang menempuh pendidikan hingga perguruan tinggi, bekerja di berbagai bidang dan jenjang karir, bepergian dengan nyaman, serta mengakses berbagai layanan publik. Perempuan juga sudah dapat menggunakan hak suara dan mencalonkan diri dalam Pemilu. Di Indonesia sendiri, proyeksi hasil Pemilu DPR 2024 menunjukkan angka keterwakilan perempuan sebesar 22,1% (128 kursi dari 580 kursi DPR), naik 1,6% dari Pemilu 2019 (Perludem, 2024).

Dunia memang sudah berkembang pesat sejak tahun 1900-an, namun masih ada banyak tantangan yang dihadapi perempuan. Berdasarkan data UN Women, ditemukan adanya kesenjangan di berbagai bidang, terutama terkait pengasuhan dan pekerjaan rumah tangga. Sebagai contoh, perempuan memang sudah memiliki kesempatan bekerja. Akan tetapi, apakah kesetaraan gender dan rasa aman di tempat kerja sudah berhasil dicapai? Sayangnya, diskriminasi, perbedaan gaji, dan pelecehan seksual masih menjadi permasalahan besar di dunia profesional. Salah satu langkah pertama untuk menutup berbagai “kesenjangan” ini adalah dengan memastikan ketersediaan data gender dalam indikator pembangunan.

Pada tahun 2015, kesetaraan gender diakui dan ditegaskan sebagai prasyarat untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan dan juga ditetapkan sebagai salah satu tujuan utama yaitu SGD 5. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 5 menjadi sebuah janji untuk tidak sekedar mempromosikan hak perempuan, tetapi “mencapai” kesetaraan gender dan memberdayakan semua perempuan.

Mari kita merefleksikan kesenjangan dalam data gender pada indikator Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Per Desember 2020, hanya ada 33,6% indikator yang dapat digunakan untuk mengevaluasi SDGs dari perspektif gender. Dapat dilihat bahwa skor Indonesia masih berada di bawah rata-rata Asia untuk penilaian indikator gender SDG oleh UN Women. Jika dilihat dari indikator SDG 1: Tanpa Kemiskinan (No Poverty), populasi perempuan pekerja yang berada di bawah garis kemiskinan masih lebih tinggi dibandingkan laki-laki. Hal ini juga sejalan dengan SDG 8: Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi (Decent Work to Economic Growth), dimana penghasilan rata-rata per jam karyawan perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Selain itu proporsi pemuda perempuan (usia 15-24 tahun) yang tidak menempuh pendidikan, pekerjaan atau pelatihan juga jauh lebih tinggi dibandingkan laki-laki.

Meskipun terdapat kemajuan signifikan, masih banyak permasalahan dalam mencapai kesetaraan gender di Indonesia. Kita perlu bergerak bersama untuk terus memperjuangkan kesetaraan gender dan memastikan bahwa setiap langkah yang diambil menuju pembangunan berkelanjutan melibatkan perspektif gender secara menyeluruh. Dengan menutup kesenjangan dalam data gender dan terus mendorong perubahan positif dalam masyarakat, kita dapat mencapai visi Kartini dan membangun masa depan yang lebih inklusif dan adil bagi semua.

Selamat Hari Kartini,

21 April 2024